Sabtu, 07 November 2009

Tugas Ilmu Sosial Dasar

DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH BAGI MASYARAKAT BANGKA BELITUNG

Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan. Penambangan timah inkonvensional di Kecamatan Belinyu kini masih terus berlangsung, termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan lindung Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap menambang timah di kawasan terlarang tersebut. TI juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak direklamasi.
Istilah TI sebagai kepanjangan dari Tambang Inkonvensional sudah sangat dikenal di kalangan rakyat Kepulauan Bangka Belitung. Ini merupakan sebutan untuk penambangan timah dengan memanfaatkan peralatan mekanis sederhana, yang biasanya bermodalkan antara 10 juta sampai 15 juta rupiah. Untuk skala penambangan yang lebih kecil lagi, biasanya disebut Tambang Rakyat (TR). TI sebenarnya dimodali oleh rakyat dan dikerjakan oleh rakyat juga. Secara legal formal TI sebenarnya adalah kegiatan penambangan yang melanggar hukum karena memang umumnya tidak memiliki izin penambangan.

Pada awalnya TI "dipelihara" oleh PT. Tambang Timah ketika perusahaan itu masih melakukan kegiatan penambangan darat di Kepulauan Bangka Belitung. TI sebetulnya muncul karena dulu PT. Tambang Timah melihat daerah-daerah yang tidak ekonomis untuk dilakukan kegiatan pendulangan oleh PT. Tambang Timah sendiri. Oleh karena itulah, kepada pengelola TI diberikan peralatan pendulangan mekanis yang sederhana. Peralatan yang dibutuhkan memang tidak terlalu rumit, cukup dengan ekskavator, pompa penyemprot air, dan menyiapkan tempat pendulangan pasir timah. Metodenya pun sederhana, tanah yang diambil dengan ekskavator kemudian ditempatkan di tempat pendulangan, dan kemudian dibersihkan dengan air. Lapisan tanah yang benar-benar berupa tanah, dengan sendirinya akan hanyut terbawa air, dan tersisa biasanya adalah batu dan pasir timah.

Pada mulanya pengelola TI melakukan kegiatan di dalam areal kuasa penambangan (KP) PT. Tambang Timah dan kalau sudah habis mereka bisa pindah ke tempat lain yang ditentukan oleh PT. Tambang Timah. Akan tetapi, setelah masuk di era reformasi, dari tahun 1998 ke atas, masyarakat mulai mencari-cari lokasi di luar KP PT. Tambang Timah sehingga jumlah TI berkembang pesat menjadi ribuan. Mereka kini di luar kontrol karena menambang kebanyakan diluar KP PT.Tambang Timah.

Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam setahun terakhir makin memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik pengolahan menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat tajam. Meruyaknya smelter menjadi ancaman besar terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut kurang mempertimbangkan sisi lingkungan. Kerusakan akibat kegiatan penambangan ilegal dengan mudah ditemukan, seperti di kawasan Kecamatan Belinyu.


 Lubang Tambang

Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaan-perusahaan pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya.
 Air Asam Tambang

Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh, pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.
 Tailing

Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150 tahun secara suksesi alami.
 Hutan menjadi korban, alam pun mengamuk!

Legalitas pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan dan pengeksploitasian sumber daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu kerusakan lingkungan di Bangka Belitung. Keadaan ini merupakan imbas dari krisis ekonomi berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Pada akhirnya, aktifitas yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun membuat imbas berupa kerusakan lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya daerah yang mengalami degradasi kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke beberapa aspek ekosistem Bangka pada umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi Serumpun Sebalai ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan TI. Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah. Sisapembuangan tanah dari TI menyebabkan sungai.

Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan wilayah daratan. Seperti yang diinformasikan sebelumnya, bahwasanya kerusakan alam bahkan terjadi hingga ke pantai (masyarakat Bangka menyebutnya TI Apung), tempat bermuara sungai-sungai yang membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi rusak akibat limbah penambangan TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi juga tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng dan pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut, mengumpulkan sedikit demi sedikit timah.

Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya, tanpa adanya upaya mereklamasi. Dengan luasan wilayah penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan. Penambangan timah inkonvensional di Kecamatan Belinyu kini masih terus berlangsung, termasuk di kawasan hutan lindung. Salah satunya adalah di kawasan hutan lindung Gunung Pelawan. Penambang secara sembunyi-sembunyi tetap menambang timah di kawasan terlarang tersebut. TI juga merusak daerah aliran sungai, kawasan sempadan pantai, hutan lindung, dan hutan produksi. Lubang-lubang bekas penambangan tandus karena tidak direklamasi.

Perusakan hutan karena tambang membuat banyak wilayah kekeringan hebat pada musim kemarau. Jika dilihat dari udara sebelum mendarat di Bandara Depati Amir, wajah bumi Bangka Belitung dipenuhi kawah dan lubang menganga. Lubang-lubang itu terisi air hujan dan menjadi tempat subur perkembangan nyamuk anofeles. Akibatnya, penularan penyakit malaria di Pulau Bangka cukup tinggi.

________________________________________

Jumat, 06 November 2009

GDSS ( Sistem Penunjang Keputusan Kelompok)

Apa yang dimaksud dengan GDSS ?
Sistem penunjang keputusan kelompok (GDSS) adalah :
sistem berdasarkan komputer interaktif yang memudahkan
pemecahan atas masalah tak terstruktur oleh beberapa
(set) pembuat keputusan yang bekerja sama sebagai suatu
kelompok.
Komponen GDSS meliputi hardware, software, orang, dan
prosedur.
Sifat yang penting dari suatu GDSS sbb :
1. GDSS adalah sistem yang dirancang secara khusus,
bukan menyerupai konfigurasi dari komponen sistem
yang sudah ada
2. GDSS dirancang dengan tujuan untuk mendukung
kelompok pembuat keputusan dalam melakukan
pekerjaan mereka
3. GDSS mudah dipelajari dan digunakan
4. GDSS bisa bersifat “spesifik” atau bisa bersifat “umum”
5. GDSS berisi mekanisme built-in (yang sudah tersusun di
dalam sistem itu)
Aktifitas dasar yang terjadi di kelompok manapun dan yang
memerlukan dukungan yang berdasarkan komputer adalah
: pemanggilan informasi, pembagian informasi, dan
penggunaan informasi (Huber, 1984).
Pemanggilan informasi : melibatkan pemilihan nilai data
dari database yang ada maupun pemanggilan informasi
sederhana (termasuk sikap, opini, dan observasi informal)
dari anggota kelompok lain.

Pembagian informasi : menampilkan data pada layar
tampilan agar bisa dilihat oleh semua kelompok, atau
pengiriman data ke tempat terminal anggota kelompok
yang terpilih agar data tersebut bisa dilihat olehnya.
Pengguna informasi mencakup aplikasi teknologi software
(seperti paket modeling atau program aplikasi spesifik),
prosedur, dan teknik pemecahan masalah kelompok untuk
data dengan tujuan agar sampai pada keputusan
kelompok.

Teknologi GDSS

1. Hardware
Keperluan hardware minimal untuk setiap sistem
mencakup :
- peralatan input/output
- prosedur
- jalur komunikasi antara peralatan I/O dan prosesor
- layar tampilan untuk umum atau monitor perorangan
guna menampilkan informasi kepada kelompok
Yang diinginkan adalah suatu disain yang
memungkinkan setiap peserta bekerja secara
independen terhadap yang lain, bisa menampilkan kerja
/ hasil karya perorangannya kepada seluruh anggota,
dan melihat hasil karya orang lain dan karya kelompok
secara keseluruhan.

2. Software
Komponen software GDSS :
- database
- base model
- program aplikasi khusus
- interface

Beberapa sistem GDSS yang spesifik tidak memerlukan
database. Tetapi sebagian besar sistem yang canggih
akan terdiri dari database yang digabungkan dengan
base model, bahasa tingkat tinggi untuk penulisan
program, dan interface yang mempunyai tingkat
manajerial standar (grafik, paket statistik, spreadsheet,
dsb).
Komponen teknologi GDSS yang paling khusus adalah
software aplikasi yang dikembangkan secara khusus
untuk mendukung kelompok dalam proses keputusan.
Fasilitas yang terdapat dalam software ini diantaranya :
Fasilitas dasar :
- penciptaan teks dan file data, modifikasi, dan
penyimpanan
- word processing
- fasilitas pembelajaran untuk pemakai GDSS yang
belum mampu
- on line help
- worksheet, spreadsheet, decision trees, dan alat lain
untuk menampilkan angka dan teks secara grafis
- manajemen database
Fasilitas kelompok :
- peringkasan grafik dan bilangan
- menu yang memberitahu (prompt)
- program untuk prosedur kelompok khusus
- metode penganalisaan interaksi kelompok
- transmisi teks dan data

3. Orang-orang
Komponen “people” dari GDSS meliputi : anggota
kelompok dan “fasilitator kelompok” yang bertanggung
jawab atas beroperasinya teknologi GDSS dengan baik
pada saat GDSS digunakan
“Fasilitator kelompok” secara fisik bisa berada atau
bertempat di departemen SIM atau pusat informasi dan
hanya bertindak apabila diperlukan
“Fasilitator kelompok” diharapkan mampu diandalkan
untuk mengkoordinir aktivitas kelompok dan berfungsi
atau berperan sebagai interface antara kelompok dan
teknologi tsb.

4.Prosedur
Komponen prosedur dapat memudahkan operasi dan
membuat penggunaan teknologi oleh anggota
kelompok menjadi efektif. Prosedur ini mungkin hanya
berlaku untuk operasi hardware, dan software, atau
mungkin bisa dikembangkan lagi untuk mencakup
aturan mengenai pembahasan verbal di antara
anggota dan arus kejadian (event) selama meeting
kelompok.