Artis dan Infotainment dalam Jejaring Sosial
Kalau dipikir-pikir banyak kalangan telah menuangkan pikiran mereka atas kasus terakhir yang menimpa seorang artis tanah air, Luna Maya.
Dari berbagai sudut pandang yang mereka pikir paling bagus untuk dikemukakan.
Masalah tuntutan atas diri Prita Mulyasari oleh Rumah Sakit Omni International gara-gara surat elektronik yang sebenarnya hanya berisi keluhan kepada teman tentang pelayanan buruk yang dia dapatkan di rumah sakit bersangkutan sebelumnya, belum lagi tuntas.
Setelah muncul reaksi mengejutkan dari masyarakat terhadap tuntutan perdata dan denda yang mencapai 204 juta rupiah, ternyata tuntutan pidana masih menghantui Prita. Kepedulian masyarakat atas diri ibu ini sangat murni dan tanpa meminta bantuan dari pihak manapun, apalagi sampai berdemonstrasi ke gedung dewan. Penulis sempat dikomentari oleh seorang teman dari Brazil di facebook. Dia mengatakan betapa hebat kepedulian masyarakat Indonesia mengenai hal ini.
Luna Maya dan Kontroversinya
Media elektronik online sekarang ini memang mewabah dan seolah menjadi sebuah kebutuhan terutama bagi orang-orang muda di seantero dunia. Seakan-akan, tanpa media ini, hidup terasa kurang lengkap.
Efeknya jelas, bisa positif namun tak jarang pula negatif. Hampir serupa dengan Prita, maka Luna Maya pun menumpahkan segala kekesalannya di jejaring sosial Twitter terhadap wartawan PWI Jaya Bidang Infotainment. Akibatnya sang artis yang satu ini dijerat dengan UU Informasi Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman enam tahun penjara atau denda sebesar 1 milyar rupiah.
Kemudian kembali muncul kontroversi pro dan kontra atas tuntutan tersebut. Banyak wartawan, tidak hanya di Jakarta, menentang PWI Jaya. Kini muncul wacana bahwa sebenarnya wartawan infotainment tidak layak disebut sebagai wartawan, karena wartawan dimaksud malah sering bukan menyajikan sebuah berita melainkan hanya gossip belaka.
Di banyak negara, sebelumnya telah banyak kejadian yang menggambarkan hal tersebut. Seorang artis atau pekerja seni membutuhkan publikasi namun terkadang kemudian publikasi bisa merambah ke hal-hal pribadi sang artis. Sehingga benturan antar keduanya tak terelakkan. Mulai dari pemukulan, pengerusakan properti sampai kepada tuntutan hukum.
Pemukulan dan pengerusakan properti peliput berita sangat tabu dilakukan oleh seorang artis atau nara sumber setinggi apa pun emosinya. Usah dulu memikirkan tuntutan hukumnya, secara moral dan sosial kemasyarakatan pun samasekali tidak dibenarkan.
Berbicara soal moral dan nilai-nilai sosial inilah maka dirasa akan lebih baik jika menumpahkan emosi dengan menuliskan atau menceritakan sesuatu di satu media, entah itu kertas maupun elektronik. Parahnya, UU ITE di Indonesia tidak mengakomodir cara ini. Tuduhan pencemaran nama baik sangat gampang dikemukakan sebagai alasan dan tuntutan hukum.
Sekarang mari kita simak tentang rencana artis Ayu Azhari untuk maju sebagai sebagai Calon Wakil Bupati Sukabumi. Pro-kontra bermunculan, bagi yang suka surfing di jejaring sosial semisal facebook, pastilah akan menemukan wacana-wacana yang menghujat keinginan Ayu Azhari tersebut. Bagaimana jika yang dihujat menuntut secara hukum? Hiruk-pikuk dan runyamnya masalah takkan terhindari.
Butuh Kearifan
Tanpa berpihak kepada salah satu pihak, untuk menyikapi perseteruan yang tengah terjadi, ada baiknya kedua belah pihak saling mengintrospeksi diri. Karena keduanya memang saling membutuhkan.
Sudah menjadi rahasia umum jika seorang artis namanya tidak akan bisa populer tanpa dukungan media massa, begitu juga sebaliknya dengan media massa yang bersegmentasi hiburan. Lebih jauh lagi, tak jarang seorang artis mengharumkan nama negara di dunia internasional.
Dari kedua kebutuhan ini kearifan perlu dikedepankan. Bila terjadi benturan kedua belah pihak harus bisa menahan diri. Media massa dapat menggunakan kapasitasnya kepada artis dalam bentuk desakan permintaan maaf saja.
Tak bisa pula dipungkiri, kekuatan media massa sangat besar dalam menentukan karier seorang artis atau sebaliknya sampai dengan pembunuhan karakter sang artis itu sendiri. Menggunakan kekuatan ini lagi-lagi membutuhkan kearifan, karena jika salah menggunakannya justru bisa menyerang balik.
Sebagai wujud negara hukum, maka undang-undang merupakan sebuah kebutuhan mutlak yang harus dibuat sebagai alat ukur hukum tersebut sendiri. Memang terkadang antara produk undang-undang yang satu dengan yang lain ditemukan pula pasal-pasal yang tumpang tindih. Tetapi pada kenyataan dalam hidup sehari-hari undang-undang tidak perlu melulu digunakan.
Sebagai contoh, dalam kasus Luna Maya, kuasa hukumnya bisa saja menggunakan UU HAM tentang pelanggaran privasi untuk menangkis tuduhan pencemaran nama baik yang berlandaskan UU ITE. Apabila kasus ini sampai ke persidangan, pastilah akan terbuka semua penyebab kasus, dimana pencemaran nama baik muncul berawal dari adanya pelanggaran privasi. Sangat mungkin PWI Jaya akan kalah telak. Sangat mungkin pula kuasa hukum Luna Maya menuntut balik PWI Jaya.
Jejaring Sosial Jangan Terlalu Dianggap Serius
Internet merupakan suatu bentuk kebebasan penggunaan teknologi masa kini. Malah beberapa negara mencoba membatasi warganya mengakses beberapa situs yang dianggap dapat mengancam mental, mengancam kekuasaan, dan lain-lain. Namun perlu diingat bahwa semakin dibatasi maka rasa penasaran pun akan semakin besar.
Banyaknya pihak secara terang-terangan memuji jejaring sosial seperti facebook, youtube, google, blogspot, dan masih banyak lagi, seakan-akan jejaring sosial tersebut tidak mempunyai kekurangan atau tidak mempunyai kelemahan dari berbagai sisi.
Sikap demikian tanpa kita sadari telah mengintimidasi akal sehat bahkan hati nurani. Jejaring sosial semacam itu harus dianggap sebagai sarana untuk main-main saja, mencari teman atau bercanda saja. Maka harus dibedakan dengan situs internet dan homepage yang notabene serius dari sudut isi dan validitas data.
Untuk itu UU ITE yang berlaku sekarang seharusnya direview kembali untuk memberi batasan yang jelas sarana-sarana apa saja dalam informasi dan transaksi elektronik yang dianggap valid dari sisi hukum untuk digunakan sebagai alat pencemaran nama baik. Jangan pukul rata.
Satu lagi contoh yang bisa memberi gambaran adalah iklan. Tidak jarang kita temui iklan-iklan di televisi yang meski disamarkan namun cukup jelas menjelek-jelekkan produk dari pesaingnya. Memutarbalikkan kalimat yang digunakan pesaing mereka untuk mengunggulkan produk dengan jenis yang sama. Sekali lagi, kalau mau, UU ITE dengan mudah digunakan untuk menyeret pihak lain ke pengadilan.
Kalau hal tersebut terus dibiarkan negara ini menjadi kacau balau tak kondusif sebagai tempat berusaha, berkreasi, dan mencari nafkah oleh produk hukum yang dibuat sendiri walaupun keamanan riil tetap terjaga. Tentu hal ini perlu pemikiran serius.
Sumber :
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=39882:artis-dan-infotainment-dalam-jejaring-sosial-&catid=78:umum&Itemid=139
Jumat, 08 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar